Ikterus Neonatorum
Yaitu disklorisasi pada kulit atau organ
lain karena penumpukan bilirubin. (2,4,5,6,7,8,9,10)
Ikterus fisiologis
Yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua
dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernikterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. (2,4,9)
Ikterus patologis
Yaitu ikterus yang mempunyai dasar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. (2,4,9)
Kernicterus
Suatu sindroma neurologik yang timbul
sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonyugasi dalam sel – sel otak.
(2,4,9)
Metabolisme bilirubin
Untuk mendapat pengertian yang cukup
mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme
bilirubin pada janin dan neonatus. Perbedaan utama metabolisme adalah bahwa
pada janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek.
Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan
sebagai berikut :
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai
akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat
penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang
lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek.
Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna
diazo (reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut dalam air tetapi
larut dalam lemak. (2,7)
2. Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh
albumin sel parenkim hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil
bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam
hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama
pada ligandin (protein , glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada
glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua
arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan
ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit di
konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin
mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian fenobarbital mempertinggi
konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.
(2,7)
3. Konjugasi
Dalam sel hepar bilirubin kemudian
dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam
bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide
menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di fosfat glukoronide
transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin
monoglukoronide.
Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi
di membran kanilikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen
seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa
konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).
(2,7)
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi
bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi dengan cepat ke sistem
empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi;
sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan
direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.
Pada neonatus karena aktivitas enzim B
glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi
urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek
meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat. (2,7)
5. Metabolisme bilirubin pada janin dan
neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat
ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada
kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam
cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan
bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin
sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar
melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus
dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin
dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk
mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk
bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi
oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua
neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa
neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada
masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala
ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat
gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat
kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar
bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat
pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang
bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar
bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena
bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah
yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian albumin atau
plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas
maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal
telah tercapai. (2,4,7,8)
0 komentar: